MARI BAHAGIA

Rabu, Maret 05, 2025

 

Suatu waktu, saat sahur. Sepasang suami istri berbincang.

“Semalam sudah tidur awal, kenapa masih sulit bangun?” kata sang suami. Ia baru bangun menjelang pukul setengah empat pagi.

Istrinya diam, menyuap makanan satu demi satu. Selama sekian detik, sunyi menguar. Tinggal mereka berdua di meja makan. Anak-anak berpencaran setelah mencuci piring masing-masing.

“Coba kalau Ayah merasa harus masak, jam dua akan terbangun,” kata istri. Suaranya rendah, penuh tekanan. Suami terdiam sebentar, lalu terbahak. Ia tahu itu kalimat itu bersayap. Menjelang berangkat, suami mengecup kepala sang istri sembari membelai punggungnya.

Percakapan  itu bisa dimaknai apa saja, tergantung kepada persepsi pembaca. Dapat dianggap protes tersembunyi sang istri karena merasa lelah menyiapkan makan sahur sendirian. Lalu berharap suami memahami dan membantunya. Dapat juga dimaknai sindiran halus pada suami yang dianggap belum mempunyai niat sungguh-sungguh untuk bangun lebih awal.

‘Coba kalau Ayah merasa harus masak, jam dua akan terbangun.’

Perasaan tanggung jawab akan suatu amanah atau kewajiban dapat menjadi booster atau pemicu yang efektif untuk melakukan sesuatu. Seorang  ibu yang menyusui bayinya, rela bangun malam hari berkali-kali. Seorang murid rela begadang untuk belajar agar bisa meraih hasil maksimal. Seorang guru di daerah terpencil rela menyeberangi sungai atau berjalan kaki menuju tempat mengajar.  Kesungguhan itu dipicu oleh prioritas tinggi kepada tujuannya. Mereka melewati lelah  payah dengan bersemangat dan mengharap hasil yang membahagiakan.




Pertanyaan besar di bulan Ramadhan ini adalah: Apa motivasi tertinggi  untuk menjalankan semua ibadah? Apa yang membuat diri sanggup berpayah-payah mengejar semua keutamaan serta memperjuangkannya sedemikian rupa?

‘Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa salat di malam Lailatul Qadr karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu.’ (HR. Riwayat Al Bukhari dan Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Hadist di atas mestinya cukup menjadi suluh semangat beribadah. Pengampunan atas dosa-dosa lalu merupakan kebutuhan semua manusia. Tak ada yang luput dari salah. Tak ada yang bersih dari dosa.  Ditambah dengan kematian yang mengintai dan dapat menyergap sewaktu-waktu. Kesempatan sekarang, manfaatkan sekarang, Jangan  menunda apalagi sampai yakin bahwa tahun depan masih punya peluang.

Ampunan dosa dan surga adalah dua hal yang dirindu orang beriman. Mari arungi Ramadhan dengan dengan bahagia. Perjuangkan ikhtiar dan langitkan doa. Mumpung masih diberiNya waktu.

Wallahu'alam bishshawab. 

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.