MARI BAHAGIA
Suatu waktu, saat sahur. Sepasang suami istri berbincang.
“Semalam sudah tidur awal, kenapa masih sulit bangun?” kata sang suami.
Ia baru bangun menjelang pukul setengah empat pagi.
Istrinya diam, menyuap makanan satu demi satu. Selama sekian detik,
sunyi menguar. Tinggal mereka berdua di meja makan. Anak-anak berpencaran
setelah mencuci piring masing-masing.
“Coba kalau Ayah merasa harus masak, jam dua akan terbangun,” kata
istri. Suaranya rendah, penuh tekanan. Suami terdiam sebentar, lalu terbahak.
Ia tahu itu kalimat itu bersayap. Menjelang berangkat, suami mengecup kepala
sang istri sembari membelai punggungnya.
Percakapan itu bisa dimaknai apa
saja, tergantung kepada persepsi pembaca. Dapat dianggap protes tersembunyi
sang istri karena merasa lelah menyiapkan makan sahur sendirian. Lalu berharap
suami memahami dan membantunya. Dapat juga dimaknai sindiran halus pada suami
yang dianggap belum mempunyai niat sungguh-sungguh untuk bangun lebih awal.
‘Coba kalau Ayah merasa harus
masak, jam dua akan terbangun.’
Perasaan tanggung jawab akan suatu amanah atau kewajiban dapat menjadi booster atau pemicu yang efektif untuk
melakukan sesuatu. Seorang ibu yang
menyusui bayinya, rela bangun malam hari berkali-kali. Seorang murid rela
begadang untuk belajar agar bisa meraih hasil maksimal. Seorang guru di daerah
terpencil rela menyeberangi sungai atau berjalan kaki menuju tempat mengajar. Kesungguhan itu dipicu oleh prioritas tinggi
kepada tujuannya. Mereka melewati lelah
payah dengan bersemangat dan mengharap hasil yang membahagiakan.
Pertanyaan besar di bulan Ramadhan ini adalah: Apa motivasi
tertinggi untuk menjalankan semua
ibadah? Apa yang membuat diri sanggup berpayah-payah mengejar semua keutamaan
serta memperjuangkannya sedemikian rupa?
‘Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala,
akan diampuni dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa salat di malam Lailatul
Qadr karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosanya yang telah
lalu.’ (HR. Riwayat Al Bukhari dan Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)
Hadist di atas mestinya cukup menjadi suluh semangat beribadah.
Pengampunan atas dosa-dosa lalu merupakan kebutuhan semua manusia. Tak ada yang
luput dari salah. Tak ada yang bersih dari dosa. Ditambah dengan kematian yang mengintai dan
dapat menyergap sewaktu-waktu. Kesempatan sekarang, manfaatkan sekarang,
Jangan menunda apalagi sampai yakin
bahwa tahun depan masih punya peluang.
Ampunan dosa dan surga adalah dua hal yang dirindu orang beriman. Mari
arungi Ramadhan dengan dengan bahagia. Perjuangkan ikhtiar dan langitkan doa. Mumpung
masih diberiNya waktu.
Wallahu'alam bishshawab.
Tidak ada komentar: