GAGAL, HADIRIN!
Ini catatan kecil, juga saat pandemi lalu. Tercatat di folder pada 1 Juli 2020.
![]() |
https://www.pexels.com/id-id/foto/tembok-dinding-teks-latar-belakang-putih-8111436/ |
Tiga gadis Abegeh, satu
cowok kecil. Pandemi membuat bakat terpendam anak-anak muncul. Bakat yang
konyol sekaligus menjengkelkan, yaitu : usil bin jail.
Di hari normal (lama), tiga anak
saya, Najma, Zahra dan Hafidz, baru
pulang setelah Ashar. Najma dan Zahra di
SMPIT, Hafidz di SDIT. Nabila, yang
sulung, kuliah di Surabaya. Praktis kegiatan keluarga baru bergeliat setelah
Ashar hingga ba’da shubuh esok hari.
Kini pandemi memaksa ritme baru. Nabila pulang, Ayah dan saya work from home,
sehingga kami semua berkumpul selama 24 jam setiap hari..
Jail
pertama, saling mengageti antarmereka.
Contohnya begini: Nabila, masuk kamar
mandi. Najma, adiknya, berdiam di depan pintu kamar mandi sebelah.
“Bhaaaaa!”
Najma berteriak. Nabila melotot
terkejut, Najma berlari sambil tertawa.
Kali
lain, Najma berjalan di ruang makan menuju ruang tengah. Nabila mengendap-endap
di belakangnya. Merasa ada yang aneh, Najma balik kanan. Nabila cukup meringis
saja. Wajahnya nyaris menempel wajah Najma. Berikutnya bisa ditebak: Nabila
lari sambil tergelak-gelak melihat ekspresi terkejut Najma yang dianggapnya
lucu.
Kami
ingatkan mereka agar tidak berlebihan dalam aksi kejut-mengejutkan. Pakai
diselipkan hadist Nabi saw tentang larangan nge-prank. Ternyata aksi itu
masih berlanjut, walau mereka tampak lebih berhati-hati.
Jail
kedua, mengusili dan menggoda kami. Saya pernah mencari kacamata,
berputar-putar ruangan. Mereka melihat saya dan terkekeh. Saling berbisik
sambil melirik-lirik usil. Ternyata kacamata ada di atas kepala saya. Waduh.
Malam
kemarin, setelah shalat berjamaah di hall tengah, ketiga gadis itu
bergelimpangan sekitar saya. Hafidz tiba dari masjid dan turut serta. Pagar
terbuka, Ayah masuk. Serentak mereka pura-pura tidur. Maksudnya mau nge-prank
Ayah. Ternyata Ayah tidak segera masuk, malah berlama-lama di depan tanaman hidroponik. Keempatnya bangkit sambil
mengomel: “Kok Ayah lama!”
Bhahaha.
Gagal hadirin!
Keusilan,
kekeh tawa, kisah lucu terkumpul menjadi keseruan rutin yang menggembirakan mereka.
Kami berdua ikut menikmati binar cerianya. Bahagia yang sederhana, bukan?
Tidak ada komentar: