CETAKAN DASAR
![]() |
Gambar dari https://pixabay.com/id/photos/jantung-loyang-apel-hijau-2952272/ |
Nikmatnya hidup di era
industri 4.0 (sekarang sudah memasuki 5.0) adalah ketersediaan informasi
melimpah ruah. Teknologi memungkinkan kemudahan dan kecepatan dalam berbagai
aspek kehidupan. Tidak perlu usaha sepayah dahulu untuk belajar masak, misalnya.
Tinggal buka gawai, ketik kata kunci, voila...tersaji
beragam resep, tips, cara memasak, terpampang. Mau yang berbasis teks, suara,
atau suara dan gambar? Langkah-langkah sederhana membuat urusan memasak menjadi
keahlian banyak orang. Kita bahkan bisa meniru gaya chef terkenal, ikut membeli
peralatan seperti mereka, sehingga memasak menjadi urusan menyenangkan.
Apa yang tidak bisa dijangkau oleh kemajuan teknologi saat
ini? Keadaan ini seperti dua sisi mata uang:
membawa efek negatif dan positif. Pengaruh negatif menurut Siti Irene, 2012, yaitu:
a.
Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya
di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan ekonomi dan standar sukses melulu soal
materi. Kebutuhan ekonomi terpenuhi, namun kondisi ruhani kering kerontang.
Jiwa menjadi gelisah, mencari ketenangan dengan kegiatan-kegiatan hedon.
b.
Kenakalan dan tindakan menyimpang marak terjadi. Sisi lain,
kewibawaan tradisi dan nilai moral
terkikis. Sudah banyak diketahui berbagai sepak terjang pemuda pemudi masa
kini, yang barangkali sebagiannya tidak terbayang terjadi. Terkejut guru SMP mendapati siswanya yang tahu kemana dan
bagaimana memesan penggugur kandungan ketika mereka hamil. Orang tua tidak
percaya ketika mendapati anaknya menenggak minuman keras bersama teman satu
gengnya. Tulisan seorang dokter kandungan di Jombang sempat viral. Ia
menuliskan pengalaman menangani pelajar SMP yang hamil dan menyikapi itu dengan
santai dan riang.
c.
Pola interaksi antarmanusia yang berubah. Komputer yang
masuk ke rumah tangga telah mengubah kebiasaan
interaksi.
Internet membuat orang asyik dengan dunianya sendiri. Lebih suka berinteraksi
dengan dunia maya dari pada dengan lingkungan nyata di sekitarnya. Lebih
intens menyapa orang asing dari mana
saja dan kapan saja melalui gawai dari
pada mendatangi tetangga untuk bercakap-cakap.
Situasi ini sama sekali tidak bisa dihindari. Inilah masanya. Inilah eranya. Kelak akan muncul lagi jenis kemajuan teknologi lain yang tidak terbayang saat ini. Bagaimana menyikapinya?
Menurut Muhammad
Ngafifi dalam Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia dalam Perspektif Sosial dan Budaya, yang perlu dilakukan keluarga yaitu, petama,
sebagai agen sosialisasi yang pertama dan yang utama, keluarga seharusnya dapat
menanamkan nilai dan norma yang positif kepada anak dengan membekali dan
meletakkan pondasi keimanan yang kokoh kepada anak. Kedua, keluarga harus selektif dalam menen tukan skala prioritas
kebutuhan teknologi bagi keluarga. Ketiga,
orang tua harus update terhadap perkembangan teknologi sehingga mereka tidak
gaptek. Keempat, perlunya bimbingan
dan pengawasan dari orang tua kepada anak-anaknya dalam pemanfaatan teknologi,
khususnya teknologi informasi dan komunikasi seperti televisi, handphone,
komputer dan internet. Kelima, orang
tua meluangkan waktu untuk berkumpul, bermain, dan bercengkrama dengan anggota
keluarga. Terkahir, keenam, menumbuhkan
kesadaran kepada anak tentang dampak negatif dari teknlogi bagi kehidupan
mereka di masa depan. Upaya ini dapat dilakukan dengan memberikan kebebasan
kepada anak dalam memanfaatkan teknologi namun harus bisa dipertanggungjawabkan
Secara mendasar, ada
hal fundamental yang harus dilakukan keluarga: menjadikan rumah sebagai cetakan
dasar kekuatan aqidah dan kemuliaan akhlaq. Sejak 1400 tahun
lalu, Allah subhanahu wata’ala, melalui Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, telah memberikan tuntunan kehidupan yang berlaku sepanjang zaman. Tak peduli bagaimana kemajuan melesat,
kekuatan aqidah dan kemuliaan akhlaq menjadi prasyarat keselamatan hidup dunia
akhirat.
Menjadikan rumah sebagai cetakan dasar, berarti
berusaha menciptakan rumah yang mampu membentuk pemikiran dan perilaku
berdasarkan keimanan. Kebiasaan itu, diantaranya:
-
Salat
berjamaah. Bagi lelaki, salatlah di masjid. Bagi perempuan, salat berjamaah
bersama anggota keluarga perempuan lainnya di rumah. Salat berjamaah memiliki
banyak keutamaan. Secara psikologis, salat berjamaah berfungsi menautkan dan
mendekatkan hati, menguatkan kasih sayang, dan menciptakan kehangatan.
-
Membaca Al Quran.
Rumah yang sepi dari bacaan Al Quran, ibarat rumah yang mati, gelap, panas, dan
menyesakkan. Jika perlu, sepakati waktu bersama agar lebih bersemangat.
-
Bersedekah.
Ayah Bunda bisa bekerja sama dengan lembaga zakat yang menyediakan kaleng
infaq. Simpanlah di tempat yang terjangkau, dan ingatkan anggota keluarga untuk
mengisinya.
-
Salat duha dan
tahajjud. Perlu usaha lebih untuk membuat seluruh anggota keluarga terbiasa
melakukan ini. Namun percayalah, ketika sudah menjadi budaya rumah, suasana
hati para penghuninya akan lebih damai dan sejuk.
-
Membaca buku.
Sediakan tempat khusus untuk menyimpan buku secara rapi. JAdikan kegiatan
membeli dan membaca buku sebagai kegiatan yang menyenangkan dan dirindukan
anggota keluarga.
-
Mengobrol tanpa
ada gawai, bersantai bersama tanpa terganggu media sosial. Saling mendengarkan,
saling menimpali, bercanda santai, merupakan cara sederhana menautkan hati dan
meningkatkan pemahaman. Tidak perlu banyak berceramah, responlah setiap
pembicaraan dengan penghargaan dan kehangatan.
-
Waktu khusus tausiyah. Ayah dan Bunda membacakan
ataumenyampaikan suatu topik dalam waktu yang tidak terlalu lama. Hindari
menyampaikan materi untuk menyindir suatu masalah atau kesalahan. Pemberian
tausiyah ini perlu dilakukan secara bijaksana dan tidak merusak rasa aman bagi
anak-anak. Jangan sampai mereka punya kesan bahwa tausiyah itu identik dengan
‘pengadilan’.
Yang paling penting, orang tua sebagai model.
Mulailah dari diri, jangan segan mengakui sekaligus meminta maaf jika keliru.
Bingkai saling menasihati dalam kesabaran dan saling menasihati dalam ketaqwaan
akan memperkukuh keimanan semua anggota keluarga.
Dengan demikian, rumah benar-benar akan menjadi
cetakan dasar terbentuknya generasi yang kuat imannya, dan bagus akhlaqnya. Tak
perlu lagi ada ketakutan menghadapi
ruwetnya zaman. Wallahu’alam.
Tidak ada komentar: